Dongeng dan Cerita Pendek Anak Dari Seluruh Dunia Seperti Indonesia, Rusia, Amerika, Cina, Inggris, dan lain-lain

Thursday, November 12, 2015

Legenda Putri Duyung - Dongeng Indonesia

Courtesy of ryanmintaraga.com - gambaran Putri Duyung
"Syurp, sungguh enak sekali ikan ini," demikian anak paling Sulung berkata. Demi mendengar perkataan anaknya, sang ibu tertesenyum. Ikan adalah sesuatu yang langka dinikmati oleh keluarga ini. Apa yang mereka makan setiap hari adalah ubi dan jagung yang oleh suaminya ditanam di di ladang.

"Bolehkah aku meminta ikannya satu lagi bu?" demikian permintaan anak yang Tengah. "Tentu saja boleh, silahkan makan hingga kamu kenyang," demikian sang itu menjawab sambil menyuapi si Bungsu.

Ayah mereka tidak berkata apa-apa. Dia sangat terkejut bila anak-anaknya menyukai ikan yang berhasil ditangkapnya hari itu. Dia berpkiran untuk kembali mencari ikan ke laut dengan harapan untuk bisa menangkap ikan lagi. "Bu, aku berangkat dahulu ya. Tolong simpan satu ekor ikan untuk ku sebagai lauk makan siang. Aku akan kembali ke laut barang sejenak setelah dari ladang. Mudah-mudahan aku akan dapat menangkap ikan," demikian kata sang ayah berpamitan pada ibu. Sang ayah pun pergi ke ladang setelah sang ibu menganggukan kepalanya.

Sang ibu merapihkan rumah setelah sang ayah berangkat ke ladang. Dia pun memasukkan nasi dan sisa ikan ke dalam lemari makanan memenuhi permintaan sang ayah. Si Sulung, si Tengah dan si Bungsi sedang asik bercengkrama. Dengan gembira mereka bermain kejar-kejaran dan berteriak-teriak. Demi melihat keadaan itu, sang itu tersenyum bahagia. Ia ucapkan sukur di dalam hatinya karena hari ini bisa menyediakan makanan enak yang tidak anyak untuk anak-anaknya.

Ketika hari mulai merangkak siang, terdengarlah rengekkan dari si Bungsu. "Aku ingin makan bu. Ingin sekali aku memakan nasi dan ikan seperti yang telah kumakan tadi pagi," katanya. Sepertinya si Bungsu keroncongan perutnya setelah capai bercengkrama dengan kedua kakaknya.

"Tidak bisa nak, alangkah baiknya bila kamu makan ubi yang direbus saja. Mari, Ibu siapkan ya?," jawab Ibu.

"Aku tidak ingin makan ubi Bu, aku ingin menyantap nasi dan ikan," demikian si Bungsu merengek-rengek lagi. Dan sekarang ia merajuk-rajuk sembari menangis. Namun Ibu tetap teguh dalam pendiriannya. Ikan tersebut tidak ingin ia serahkan kepada anak bungsunya. Dia sangat hapal akan tabiat suaminya yang bila telah memberikan pesan, maka apa yang diminta harus dilakukan.

Si Bungsi berderai air mata berguling-guling di lantai ketika keinginannya tidak dapat dipenuhi. Sambil berteriak-teriak, "Ibuuu... aku ingin makan..." Demikian raungan si Bungsu.

Ibunya tidak tega melihat si Bungsu menangis dan akhirnya dia pun luluh. Si Bungsu akhirnya dia suapi dengan nasi dan ikan. Kedua kakaknya yaitu yang Sulung dan Tengah juga menginginkan hal yang sama kepada sang Ibu setelah melihat adiknya makan ikan. Akhirnya mereka juga menyantap sisa-sisa makanan dan ikan dari si Bungsu.

Akhirnya jatah ikan yang semestinya untuk sang Ayah sudah tidak ada lagi. Ikan yang tadinya telah di siapkan oleh sang Ibu untuk Ayah telah habis tak tersisa.  "Yah mau gimana lagi, aku yang akan menerangkannya kepada suami ku ketika dia kembali," demikian sang ibu berkata-kata dalam hati.

Ketika sang ayah kembali dari mencari ikan di laut, dia tidak dapat menangkap satu ekor ikan pun kali ini. Dia merasa kesal, ditambah lagi dengan dirusaknya ubi yang dia tanam di ladang oleh babi hutan.

"Istriku, tolonglah siapkan makanan untuk santap siangku, aku kelaparan dan sangat capai," demikian katanya pada Ibu. "Lho, dimanakah ikan yang tersisa dari sarapan tadi? Aku kan sudah mengatakan untuk menyimpan satu untuk ku?" demikian keheranannya ketika sang suami memandang istrinya yang ternyata sedang mempersiapkan ubi rebus untuknya.

"Aku tahu Bang, tadi sebenarnya aku sudah menyimpannnya. Namun apa mau dikata anak-anak kelaparan dan menginginkan untuk bisa makan ikan lagi. Jadi habislah ikan itu oleh mereka," demikian sang Ibu menjawab. "Apa? Sungguh tega sekali kau melakukan hal itu kepada suami mu? Aku telah membanting tulang seharian dan kau telah memakan semua ikan yang telah kutangkap dengan sulit?" Demikian suaminya berteriak kepada sang Ibu.

Sang ibu tidak bisa berkata apa-apa, dia sangat mengerti bagaimana sifat suaminya yang mudah marah. Dia pun mohon maaf kepada suaminya dan berjanji untuk bisa mentaati perintah suaminya lain kali. Meskipun sang ibu telah meminta maaf berkali-kali, sang suami terus dan terus saja mengomel dan mengkasarinya dengan kata-kata yang kasar dan tidak pantas. Sang Ibu merasa sakit hati sekali dan akhirnya dia memutuskan untuk pergi dari rumah. Dia sudah tidak mampu lagi untuk bertahan dari tindakan suaminya.

Besoknya ketika pagi, pada saat anak-anaknya terbangun, mereka terlihat kebingungan ketika ibunya tidak ada. Sang ayah hanya mengangkat bahunya ketika anak-anaknya bertanya kemana gerangan sang Ibu.

"Mungkin Ibu telah pergi ke laut untuk menangkap ikan bagi kamu semua. Kamu semua sangat menyenangi ikan bukan?" demikian sang Ayah berkata tak peduli. Akhirnya ketika anaknya pun berjalan menuju laut.

Mereka berseru berteriak memanggil ibunya, "Ibuuu... Ibuu... dimanakah Ibu? Si Bungsu ingin makan, ia ingin minum susu."

Sekonyong-konyong, keluarlah sang ibu dari tengah laut. Di tangannya terlihat dia membawa beberapa ekor ikan. Dia pun dengan sigap memeluk anak-anaknya dan memberikan susu kepada si bungsu. "Sekarang kalian harus pulang, dan makan sianglah kalian dengan ikan yang akan kalian bawa pulang ini," demikian kata sang Ibu setelah dia selesai menyusui. "Apakah Ibu tidak pulang bersama kami?" si Sulung bertanya.

"Di lain waktu ibu akan menyusul kamu semua," demikian katanya dengan singkat dan akhirnya dia pun kembali ke tengah lautan.

Anak-anak itu kembali pulang ke rumah dengan membawa banyak ikan. Anak Sulung membakar ikan-ikan tersebut untuk mereka makan diwaktu siang. Ketika sore menjelang, sang Ibu yang mereka harapkan belum juga pulang. Mereka terus terjaga dan menunggu kedatangan sang ibu hingga larut malam, namun sang itu tidak juga datang. Mereka tidak mampu bertahan dan tertidurlah mereka, sedangkan sang ayah, dia sama sekali tidak peduli dengan keadaan sang Istri.

Pada esok harinya, mereka pun akhirnya kembali ke laut dan berseru memanggil-manggil ibunya. " Ibu ada disini Nak, kemarilah kalian." Panggilan mereka ternyata dijawab oleh sang ibu.

Anak-anak tersebut terkaget-kaget melihat kedatangan ibunya. Mereka melihat bila wajah sang Ibu memang adalah wajah ibu mereka, namun badannya sunggu sangat menyeramkan. Tubuhnya penuh dengan sisik seperti ikan dan tidak memiliki kaki. Mereka pun melihat sang Ibu memiliki ekor yang mirip dengan ikan.

Si anak Bungsu ketika melihat keadaan ibunya menangis meraung-raung dan dia menolak untuk disusui oleh sang Ibu.

Kemarahan juga mendera Si Sulung. "Ibu kami bukanlah kamu, kamu pasti sejenis ikan yang telah mencelakai Ibu kami. ibu Ibu! Dimana ibu kami!?" demikian si Sulung berteriak-teriak.

"Yakinlah padaku Nak, inilah aku ibumu. Ibu menjadi seperti ini karena ibu telah bertekad untuk bisa hidup di dalam laut. Ibu sudah tidak mampu lagi bertahan menghadapi tindakan ayah kalian yang kasar kepada ibu." demikian sang Ibu berusaha untuk menjelaskan. Hanya saja anak-naaknya terlihat bergeming. Mereka pada akhirnya meninggalkan ibu mereka dan kembali pulang ke rumahnya. Hati sang ibu yang pada waktu ini telah berubah menjadi manusia separuh ikan menjadi hancur berkeping-keping. Dia tidak pernah menyangka bila apa yang dia putuskan telah membuatnya terpisah dengan anak-anak yang dia cintai. Sang ibu hanya bisa menangis tersedu-sedu dan kembali ke dalam laut. Dari saat itu lah dia pun dikenal dengan nama ikan duyung. Dan dikarenakan dia sangat cantik, orang-orang banyak pula yang memanggilnya dengan Putri Duyung.

Sumber: Sulawesi, Indonesia
Share:

0 comments:

Post a Comment

Blog Archive

Followers

Statistik

 
loading...