|
Courtesy of bapersip.jatimprov.go.id |
dongeng anak dunia - Tersebutlah pada zaman dahulu kala saat semua binatang yang ada dimuka bumi ini bisa bicara satu sama lain, terlihat seekor kancil yang sedang berjalan-jalan disekitar ladang.
http://robust-chemical.com/lemari-asam-lokal-kualitas-internasional/ .adv - Bapak petani telah menanam ketimun, kini telah tumbuh dengan subur-suburnya serta besar-besar yang siap untuk dipetik atau dipanen, luas ladang yang membentang tersebut milik beberapa para petani.
Namun dari setiap ladang tersebut sang tuan pemilik ladang Bapak petani selalu siap menjaga ladangnya yang sering kecolongan binatang-bintang pencuri yang selalu datang menyatroni kebun ladangnya.
Sang kancil jalan dengan mengendap-endap mencari kesempatan lengah dari sang empunya ladang ketimun tetapi sampai lama menunggu dia tidak mendapatkan kesempatan yang diharapkan.
Akhirnya karena sampai siang hari, jangankan mencuri ketimun, mencuri kesempatan lengah pun dia tidak mendapati, sang kancil akhirnya berlalu meninggalakn ladang ketimun milik sang Bapak petani.
Dalam perjalan pulang sang kancil berpikir bagaimana caranya bisa lolos dari pengawasan sang Bapak petani pemilik ladang kebun ketimun, dan langkahnya seketika terhentik, mana kala dia bertemu seekor sapi yang sedang makan rerumputan dipinggir hutan.
Lalu sang kancil pura-pura bertanya, "Oh rupanya engkau sedang asyik makan rumput, Ya?" tanya sang kancil.
"Iya, kesinilah kita sama-sama makan rumput hijau ini," sang sapi menjawab sambil terus mulutnya memamah rumput hijau kesukaannya.
"Maaf kawan aku tidak terlalu suka dengan rumput yang sedang engkau makan, sebaliknya kalau engkau mau, makan ketimun makanan kesukaanku!" kata sang kancil.
"Ketimun, dimana ada ketimun?" Tanya sang sapi kepada sang kancil.
"Tentu saja disana di ladang milik Bapak petani yang menanamnya," sang kancil menjawab sambil tanganya menunjukkan tempat dimana tadi dia berada.
"Yah, punya Bapak petani, tidak mau ah! ketimun itu sengaja ditanamnya, aku tidak berani mencuri kepunyaan orang," sang sapi tidak mau diajak mencuri ketimun.
"Kalau begitu aku pamit saja, karena engkau tidak mau diajak makan ketimun," sang kancil pergi meninggalkan tempat sang sapi yang sedang asyik makan rumput.
Tidak lama ketika dia berjalan dari tempat sang sapi, bertemulah sang kancil dengan seekor kambing yang sedang asyik pula memakan daun, tidak menghiraukan kiri-kanannya tempat dia berada.
"Wah, wah! asyik benar engkau makan daun-daun itu, sampai lupa ada kawan yang berkunjung ditempatmu!" seru sang kancil kepada sang kambing.
"Oh! engkau kawanku kancil, silahkan sini makan bersamaku," kata sang kambing dengan ramahnya.
"Oh, terima kasih tetapi aku tidak suka daun yang sedang engkau makan itu," sahut kancil.
"Jangan takut kawan, aku pun mengerti mengapa engkau tidak mau makan daun ini karena takut kena marah sang bapak petani yang menanam pohon-pohon ini, ya?" tanya sang kambing.
"Jangan takut kawan bapak petani tidak akan marah asalkan aku tidak merusak batang pohonnya," kata sang kambing lagi kemudian menjelaskan kepada sang kancil.
"Ya,,,ya, aku mengerti sekarang mengapa engkau makan daun tersebut dengan sangat hati-hati, namun aku sama sekali tidak berselera untuk makan daun tersebut tetapi aku ingin sekali makan ketimun hari ini," kata sang kancil.
"Ketimun! aduh aku sama sekali tidak berani, Bapak tani telah melarangku memakannya. Karena ketimun yang mereka tanam nantinya akan dijual kepasar untuk menambah penghasilannya," sang kambing menjelaskan kepada sang kancil.
"Namun aku akan mengambil beberapa buah saja tidak akan banyak-banyak hanya sekedar ingin mencicipi saja," kata sang kancil menjelaskan.
"Itu terserah engkau saja, aku telah memperingatimu kalau terjadi apa-apa terhadapmu," kata sang kambing menjawabnya lagi sambil tetap asyik makan.
"Baiklah kalau engkau tidak mau diajak kerja sama, aku pergi mencari teman yang mau diajak mengambil ketimun," kata sang kancil lalu berlalu dari tempat sang kambing yang sedang makan.
Sang kancil memang merasa ngeri kalau harus mencuri ketimun sendirian dia takut akan ancaman sang Bapak petani yang telah benci terhadapnya karena sering mencuri ketimun di ladangnya.
Bapak petani pun telah mengancam sekiranya pada suatu hari dapat menangkap basah dirinya, dia akan memenggal kepalaku karena kemarahan dan kebenciannya, sehingga sang kancil telah berjanji untuk tidak mencuri ketimun di ladang Bapak tani lagi.
Sambil melangkahkan kakinya sang kancil berpikir siapakah kawan yang mau bekerja sama mencuri ketimun yang begitu lezat menggoda selera makannya.
Lalu kakinya pun menuntunnya pada sebuah kubangan, dilihatnya seekor kerbau sedang berkubang didalam lumpur kotor kubangan tersebut, terik mentari membuat sang kerbau tidak kuat kepanasan akhirnya berkubang mandi lumpur.
"Hai kawanku kerbau! sedang apakah engkau berada didalam lumpur?" tanya sang kancil berteriak dari pinggir kubangan.
"Oh,,,sahabatku! aku sedang mandi lumpur, matahari siang ini begitu panas," jawab sang kerbau.
"Bukankah engkau akan bertambah kotor dengan mandi lumpur?" tanya sang kancil.
"Tidak masalah aku akan mandi lagi dengan air sungai yang mengalir bersih, kalau engkau kepanasan mari ikut denganku mandi lumpur," ajak sang kerbau.
"Tidak-tidak terima kasih aku tidak ingin badanku menjadi kotor karena lumpur," sahut sang kancil.
"Baiklah kalau engkau tidak mau mandi bersamaku, tidak apa-apa," kata sang kerbau sambil tetap asyik badannya berendam dalam lumpur basah kubangan.
"Hari sudah siang begini, apakah engkau sudah makan siang?" sang kancil bertanya.
"Belum, apakah engkau akan memberiku makan siang yang enak?" tanya sang kerbau dengan mimik muka senang ketika mendengar soal makanan disebut-sebut.
"Jangan takut mau makanan enak, tentu saja ada disana," kata sang kancil sambil tangannya menunjuk kearah ladang Bapak tani.
"Disanakan ladangnya Bapak tani?" tanya sang kerbau heran.
"Betul sekali, ketimun besar-besar dan enak-enak hilanglah rasa lapar dan juga rasa haus kalau engkau dan aku memakannya," sang kancil berkata sambil membayangkan betapa nikmatnya ketika makan ketimun.
"Aku tidak berani mengambilnya apa lagi mencurinya," kata sang kerbau.
"Mengapa tidak berani, kita hanya mengambil beberapa buah saja tidak akan mengambil banyak-banyak tentu saja Bapak petani tidak akan keberatan," kata sang kancil merayu sang kerbau dengan tipu muslihatnya.
"Oh begitu baiklah kalau begitu," sang kerbau dengan sangat dungunya telah terjebak ucapan sang kancil yang cerdik.
"Kita berjalan bersebelahan, aku yang akan memetik buah ketimun engkau jangan terlau cepat berjalan kita harus berjalan tetap sejajar supaya Bapak tani tidak melihatku kerena terhalang badanmu yang besar ketika aku memetik," kata sang kancil memberi petunjuk.
"Oh begitu, baiklah aku setuju," kata sang kerbau, mereka pun lalu berjalan berdua menuju ladang ketimun milik Bapak Tani.
Bapak petani aman-aman saja ketika melihat sang kerbau berjalan diladangnya, dia tidak merasa curiga kepada sang kerbau sebab sang kerbau tidak pernah makan ketimun maupun merusak ladang miliknya.
Dengan cepat sang kancil pun memetik buah ketimun sambil berjalan disamping sang kerbau yang menghalangi dirinya dari pandangan sang Bapak petani.
Setelah ketimun didapatkan cukup banyak mereka berdua pun lalu mencari tempat untuk makan hasil curiannya disuatu tempat yang sangat aman.
"Akalmu memang sangat cerdik kawanku, kancil," kata sang kerbau sambil menyantap ketimun dengan nikmatnya.
"Tentu saja aku dapat mengelabui sang Bapak tani, makanya aku akan mengajakmu setiap hari," kata sang kancil bangga.
Pada keesokkan harinya sang kancil mengajak kembali sang kerbau untuk mencuri ketimun dan mereka pun dengan senang hati menikmati hasil dari mencurinya.
Pada hari itu mereka berdua telah dua kali mencuri ketimun dari ladang Bapak tani, tentu saja sang Bapak tani menjadi curiga melihat sang kerbau yang sudah dua kali melewati jalan yang ada diladang tidak seperti hari biasanya.
Untuk itu sang bapak petani pun memeriksa ladang ketimunnya, "Astaga,,,,!" serunya ketimun yang besar-besar siap panen telah banyak yang hilang, pikiran tertuju pada sang kerbau yang telah mengambilnya.
"Mungkinkah sang kerbau yang mencuri ketimunku," guman sang bapak petani.
"Binatang yang secerdik kancil pun sudah tidak berani mencuri ketimunku," katanya.
"Engkau malah berani menantangku, lihatlah nanti bila tertangkap aku akan memberikan hukuman yang setimpal," sang bapak petani menggerutu marah dengan ancamannya.
Dan hari berikutnya sang kancil yang telah janjian dengan sang kerbau untuk mencuri ketimun mulai beraksi kembali, mereka tidak mengetahui sang Bapak petani yang curiga dan telah siap dengan perangkapnya.
Seperti biasa sang kerbau yang menghalangi sang kancil dari penglihatan atau pandangan sang Bapak petani yang berjalan pelan disamping sang kancil, beberapa buah ketimun telah didapatinya ditangan sang pencuri handal.
Namun dari kejauhan sang Bapak petani datang mendekat ditangannya telah siap tambang serta sebuah pecut yang siap digunakan untuk menghajar sang kerbau yang dicurigai pencurinya.
Tentu saja sang kerbau menjadi sangat ketakutan lalu berkata berbisik kepada sang kancil, "celaka bapak petani telah datang melangkah kemari, kearah kita" kata sang kerbau.
"Santai saja kawan, tetap berjalan pelan-pelan saja jangan sampai menimbulkan kecurigaan Bapak petani," sahut kancil.
"Dan ini bagian hasil dari ketimun yang telah aku dapatkan," kata sang kancil, satu tumpukan ketimun diserahkan kepada sang kerbau lalu tanpa pamit lagi kepada sang kerbau dia berlari meninggalkan ladang Bapak petani sambil membawa hasil bagiannya yang telah dibagi dua.
Saat itu bapak petani telah ada dihadapan sang kerbau, "rupanya engkau yang telah mencuri ketimun-ketimunku, pantas saja tidak seperti biasanya engkau sering mondar-mandir dijalanan ini?" sang Bapak petani sangat marah sekali.
"Bukan-bukan aku! aku tidak berani mencuri ketimun-ketimunmu, tetapi sang kancillah yang mencurinya!" kata sang kerbau ketakutan.
"Itu yang ada disampingmu apa?" berteriak sang Bapak petani sambil telunjuknya mengarah kepada tumpukkan ketimun-ketimun yang ada disamping sang kerbau hasil bagian dari sang kancil yang telah menghilang lari meninggalkannya.
"Dan lagi sang kancil tidak mungkin berani mencuri ketimunku dia sudah berjanji tidak akan mencuri lagi," kata sang Bapak petani kemudian, dia tidak percaya pada ucapan sang kerbau yang menuduh sang kancil.
Sang kerbau kini tidak bisa lagi mengelak, barang bukti satu tumpukkan ketimun ada disampingnya, sekarang tidak bisa berkutik lagi, namun hatinya sangat marah kepada sang kancil yang tidak bertanggung jawab.
"Dan sabagai hukuman atas tindakkanmu! engkau mulai sekarang harus membajak sawah-sawahku yang ada diseberang sana," kata sang Bapak petani sambil menunjuk kearah sawah-sawahnya yang terhampar luas.
"Baiklah aku menerima hukumanmu tetapi dengan satu syarat, engkau harus memberiku makanan yang cukup, biar tenagaku tetap terjaga," kata sang kerbau mengajukan syarat.
"Tentu saja aku akan memberimu makan setelah selesai bekerja," jawab Bapak petani setuju atas syarat yang diajukan sang kerbau.
Sejak kejadian tersebut sang kerbau bekerja sebagai pembajak disawah-sawah kepunyaan Bapak-Bapak petani sampai saat sekarang ini.
Maka janganlah kita tertipu dengan ajakkan yang menggiurkan walaupun dari seorang teman sebab belum tentu ajakkan tersebut benar dan bermanfaat, bisa saja menjerumuskan kita kedalam kesengsaraan. Berpikiran matang-matang sebelum bertindak adalah hal terbaik bagi kita. Sekian.
Wasalam,
oleh : mamang
edit : galih