Courtesy of sp.beritasatu.com |
Kehidupan yang mereka jalani setiap harinya selalu bahagia dan hidup dengan bebas di alam yang subur dan kaya raya ini.
Seperti hari-hari yang lain mereka akan pergi ke hutan mencari makanan, berangkatlah mereka walaupun hari masih pagi sekali. Dan sampai hari telah beranjak siang, mereka belum dapatkan hasil yang mereka harapkan, seperti buah-buahan yang segar-segar atau seekor kuskus yang menjadi makanan faforitnya.
Habislah sudah tenaga mereka berdua kini, seluruh tenaganya telah digunakan untuk berjalan dan merekapun akhirnya mencari tempat yang teduh untuk duduk-duduk beristirahat melepaskan lelah.
Sang sahabat setia anjing betina itu pun ikut duduk dan tidak lama kemudian dia pun tertidur pulas di bawah naungan pohon tempat mereka berdua berteduh dari panasnya sengatan sinar sang matahari siang itu.
Setelah cukup lama duduk bersandarkan pohon, sang nenek memperhatikan sekeliling tempat tersebut, serta merta pandangan matanya melihat banyak buah-buah pandan yang sudah matang dan ranum sekali buahnya.
Sang nenek melangkahkan kakinya mendekati pohon pandan dan memetik buah-buah yang matang itu beberapa buah, dan kembali lagi ke tempat duduknya, lalu memberikan buah-buah tersebut kepada sang anjing.
Tanpa menunggu untuk di persilahkan lagi oleh sang nenek sahabatnya, sang anjing itu langsung saja memakan buah pandan yang enak dan segar itu maka hilanglah sudah rasa haus yang menyiksanya.
Namun selang beberapa lama kemudian apa yang terjadi didalam perut sang anjing betina itu sepertinya perut itu membesar dan kelihatan sedang bunting mengandung anak.
Dan melihat kejadian tersebut sang nenek tua cepat-cepat saja berjalan mendekati pohon pandan dan mengambil beberapa buah yang sudah matang.
Lantas saja dia memakannya juga dan benar saja dia pun merasakan kejadian aneh seperti yang di alami sang anjing betina, dia pun kini mendadak hamil mengandung anak pula.
Dari masing-masing kedua sahabat itu, sang anjing pun melahirkan seekor anak anjing yang berjenis kelamin jantan dan disusulnya sang nenek melahirkan seorang bayi lelaki.
Sang wanita tua menggendong anak bayi lelakinya dan sahabat setianya sang anjing betina itu pun membimbing anak anjing jantannya pulang kembali kerumahnya.
Dan dari mulai saat itu sang wanita tua sibuk mengurus anak lelakinya begitu pun sang anjing betina itu pun sibuk mengasuh anak anjing jantannya.
Sang Wanita tua itu memilihkan nama untuk anak bayi lelakinya dengan nama Kweiya.
Hari pun berganti minggu dan seterusnya tidak terasa sang anak lelaki itupun telah tumbuh menjadi seorang lelaki dewasa dan memulai membuat lahan-lahan perkebunan untuk menanam bermacam-macam bahan makanan dan juga menanam beberapa sayur mayur untuk kebutuhan hidup makan mereka sehari-hari.
Dengan peralatan yang sangat sederhana sekali kapak batu sang Kweiya membuka hutan menebangi pohon-pohon kayu di sekitar tempat tinggalnya yang mendiami rumah adat yang sangat sederhana kala itu. Segerahlah sang pemuda ini menebangi pohon-pohon itu untuk memperluas lahan ladang pertaniannya.
Kapak batu itu hanya mampu menebang satu pohon kayu setiap harinya, sang ibu pun tidak berpangku tangan dan ikut membantu sang anak dengan mengumpulkan ranting-ranting kecil dan daun-daun pepohonan yang berserakan untuk di bakar dan abunya akan bermanfaat untuk pupuk-pupuk tanaman nantinya.
Namun dari perbuatan sang Ibunda yang setiap harinya membakar daun-daun pepohonan tersebut telah menarik perhatian seorang lelaki tua yang melihatnya.
Bagaimana tidak asap yang mengepul itu begitu besar membumbung tinggi dari pucuk-pucuk pohon yang besar-besar, terlihatnya dari kejauhan seperti terhubung kelangit biru yang tinggi di angkasa.
Seperti tersambung saja antara hutan dan langit diatas dengan asap sebagai tali penghubungnya.
Dan peristiwa tersebut tidak luput dari perhatian seorang lelaki tua yang sedang memancing ikan di tengah lautan tidak jauh dari tempat sang Kweiya yang sedang bekerja membuka hutan untuk lahan pertaniannya.
Rasa penasaran inilah yang mendorong sang lelaki tua itu untuk pergi melihat misteri asap yang tebal yang membumbung tinggi seperti menghubungkan hutan dan langit tersebut.
Dengan segala persiapan yang ada sang lelaki tua itu berangkat, kapak besi untuk membuka jalan dan sedikit bekal makanan telah dibawanya dalam perjalanan itu.
Dengan arah yang menjadi patokan jalan adalah asap tebal itu setapak demi setapak jalan yang memang sulit di laluinya. Cukup susah sekali, walaupun akhirnya dapat juga sampai ke tempat tujuan, waktu yang di tempuh pun hampir sekitar satu minggu perjalan.
Dan apa yang dilihatnya hanyalah seorang pemuda yang berbadan gagah dengan wajah yang cukup tampan sedang membuka hutan dengan kapak batu di tangannya.
Di temuinya sang pemuda gagah tersebut dan salam pun terlontar dari mulutnya dalam bahasa daerah, "Weing weinggiha pohi" dan lalu sang lelaki tua itu pun memberikan kapak besi kepada sang pemuda tampan tersebut.
Weing weinggiha pohi (selamt siang)
Dan tentu saja sekarang pohon-pohon yang ditebang sang pemuda menjadi sangat cepat tumbang saja, sudah banyak pohon yang rubuh setelah di tebas kapak besi yang tajam pemberian sang lelaki tua tersebut.
Kejadian ini membuat sang Ibunda menjadi heran dan penasaran dengan hasil yang begitu cepat di lakukan sang anak tercinta.
"Hai anakku kamu bekerja dengan cepat sekali hari ini? apakah yang mebuatmu begitu kuat?" Bertanya sang Ibunda dengan mimik muka yang merasakan heran sekali.
"Oh itu ibu, tidak ada apa-apa! hanya saja hari ini tangan kananku sepertinya sangat ringan untuk diayunkan," katanya sedikit berbohong.
Sengaja dia merahasiakan dulu pertemuan dengan sang lelaki tua yang memberi kapak besi yang tajam dan katanya kemudian kepada sang Ibunda, "tolonglah saya buatkan makanan yang banyak dan enak pula ya, bu."
Sang ibu pun memasak makanan yang cukup banyak untuk sang anak tercinta yang telah bekerja keras untuk membuat lahan ladang pertanian mereka.
Dan Tatkala waktu makan siang tiba, sang pemuda tampan ini pun mengajak tamunya ke rumahnya untuk makan bersama ibunya dan sekaligus memperkenalkan kepada sang Ibunda tercinta.
Mereka berdua pun lalu pulang berjalan menuju rumah untuk makan siang, perutnya rasanya sudah menagih untuk di isi makanan.
Namun sebentar lagi mau sampai dalam perjalanan pulang ke rumahnya sang pemuda berhenti dan memotong beberapa batang tebu berserta daun, tetapi tebu yang di potong ukurannya itu di samakan dengan tiggi sang lelaki tua tersebut.
Kemudian lelaki tua dan tebu itu pun di bungkusnya dengan cukup rapih kemudian dia memikulnya di atas pungdapnya, ini akan menjadi kejutan buat sang Ibunda tercinta di rumah pikirnya.
Sampailah sang anak di rumahnya dan bungkusan itu pun di taruhnya di samping rumahnya, dan seterusnya sang anak berbicara terhadap sang Ibunda tercinta.
"Ibu tolanglah saya sebelum makan di buatkan dulu minuman yang segar dari tebu, dan batang tebunya telah saya bawakan ada di samping rumah kita," katanya.
Sang Ibunda pun beranjak mengambil batang tebu yang masih terbungkus rapih di samping rumahnya, namun tatkala bungkusan terbuka sang wanita tua ini pun berteriak-teriak sangat kaget.
Dilihatnya seorang lelaki tua berada dalam bungkusan tebu tersebut dan tersenyum kepadanya, dan sang anak pun segera memberi penjelasan kepada sang Ibunda tercinta mengenai ini semua sambil tersenyum.
Dan selanjutnya sang anak menjelaskan agar sang Ibunda mau hidup bersama lelaki tua itu untuk menjadi teman hidupnya, karena sang anak yakin lelaki tua itu orang baik sekali terbukti dia telah memberinya sebuah kapak besi yang begitu tajam kepadanya.
Atas bujukkan sang anak tercinta akhirnya sang Ibu pun setuju saja di jodohkan dengan lelaki tua tersebut, dan dari hasil perjodohn ini lahirlah beberapa orang anak yang menjadi adik-adik sang Kweiya.
Tetapi semua kehidupan tidak selalu berjalan dengan baik-baik saja, seperti hubungan saudara di keluarga sang Kweiya yang tidak baik, persaudara mereka pecah karena rasa iri yang membuat mereka bertengkar.
Kala itu kedua orang tua mereka sedang pergi ke laut hendak mencari ikan, kesempatan ini di pergunakan kedua adik lelaki sang Kweiya untuk mengeroyok sang kakaknya.
Tubuh sang kakak mereka iris-iris sampai terluka parah namun sang kweiya tidak melawan perbuatan sang adik-adiknya, dia pergi lari bersembunyi di sudut atas wuwungan rumah mereka.
Namun sambil berlari untuk bersembunyi sang Kweiya masih sempat membawa kulit pohon kayu yang cukup banyak untuk di pintalnya. "pogak nggein atau genemo."
Waktu sore hari tatkala kedua orang tua mereka pulang dari mencari ikan, mereka pun bertanya kepada sang adik-adiknya Kweiya tentang keberadaan abangnya.
Namun kedua adik lelakinya tidak ada yang tahu keberadaan abangnya yang sedang bersembunyi dan tidak pula bercerita tentang kejadian yang sedang menimpa abangnya yang terluka akibat di keroyok mereka berdua, karena merasa takut terhadap kedua orang tua mereka itu.
Tetapi kejadian yang terjadi tadi siang itu telah di lihat sang adik perempuan yang lainnya, berceritalah adik perempuan itu apa yang telah dilihatnya tadi siang tentang pengeroyokkan yang dilakukan kedua abangnya terhadap kweiya kakak yang paling besar di keluarga itu.
Sang ibunda sangat khawatir sekali terhadap anak tercintanya dan berteriak-teriaklah dengan suara yang mengharu biru betapa sedihnya beliau kala itu.
Teriakkan sedih itu pun di dengar sang anak yang sedang bersembunyi di sudut wuwungan rumahnya, namun bukan sahutan yang terdengar yang keluar dari mulutnya.
Sang Kweiya yang telah mengikat dan disisipkan pintalan benang di kakinya itu menjawab dengan suara yang berbunyi suara aneh seperti suara burung.
Eek,..ek, ek, ek, sahutnya sambil meloncat dari sudut wuwungan rumah ke dahan-dahan pohon yang satu ke dahan pohon yang lainnya, dia kini telah berubah menjadi seekor burung yang besar dan indah sekali warnanya.
Sambil menangis sejadi-jadinya melihat sang anaknya telah berubah menjadi burung, sang Ibunda bertanya apakah masih tersisa untuknya pintala benang dari kulit kayu.
"Ada ibu lihat saja di koba-koba yang terletak di sudut rumah kita," katanya sambil berloncat-loncat saja dengan lincahnya.
Sang Ibunda pun melakukan hal sama seperti sang anak tercinta dan berubahlah kini dia menjelma kembali menjadi burung dan terbang serta bertengger diatas dahan pohon didepan rumahnya matanya sedih melihat suami dan anak-anak tercinta untuk yang terakhir kalinya. Dia pun menloncat ke atas dahan lain lalu mengejar sang Kweiya telah menjadi burung jantan duluan, ajaib sekali kejadian ini terjadi.
Sang burung betina marah dan mereka berdua pun bertengkar dengan kicaunya yang begitu ramai ribut sekali.
Sang jantan, "Siangga" berbulu panjang dan sang betina "Hanggam tombor" semua nama-nama ini di dapat dari daerak Onin, Fak-fak.
Terlihat dari mulai zaman itu, burung-burung besar cendrawasih yang menjadi kebanggaan daerah Fak-fak khususnya daerah Papua pada umumnya.
Dan melihat kejadian tersebut semua adiknya yang di tinggalkan kakak dan Ibundanya menjadi sangat marah, mereka saling tuduh-menuduh dan saling menyalahkan satu sama yang lainnya.
Dan peretangkaran ini membawa pada perkelahian antara mereka, diambilnya tungku perapian dan dilemparkan keatas tubuhnya yang satu dan tubuh itu pun menjadi hitam legam terkena debu panas dari tungku.
Kemudian sang adik yang lainnya pun tidak mau kalah diambil pula bara api yang masih menyala dan dilemparkan pula terhadap kakaknya, bara itu pun kena muka dan kepala sang kakak dan wajah dan tubuhnya berubah menjadi merah-merah seperti terbakar.
Dan tidak luput pula sang adik perempuan yang mengadukan peristiwa kena lemparkan tungku wajahnya menjadi hitam kelabu dan mereka semua pun kini berubah menjadi burung dengan beraneka warna dan segera terbang masuk ke dalam hutan yang sangat luas dan hidup menjadi burung dengan warna dan jenis-jenis yang berlainan, tetapi tidak seindah Sang burung Cendrawasih dalam kenyataannya.
Sang ayahanda kini hanya tinggal sendiran, hanya saja sang ayah menjadi khawatir terhadap sang Kweiya yang berbulu indah untuk segera merubah bulunya agar tidak mencolok dan akan mengundang berbagai masalah nantinya.
Namun sang anak dan istrinya tidak mau merubah warna indah mereka dan mereka telah bangga dengan apa yang telah mereka miliki kini.
Sepi sedih hidup yang indah tatkala berkumpul dengan anak-anaknya kini hanya tinggal kenangan, akhirnya sang ayah pun pergi kelautan lagi, lelaki tua ini melipat kedua kakinya dan masuk kedalam lautan dan menjadi penguasa laut yang abadi, "Katdundur"
Demikianlah dari sifat-sifat yang tidak terpuji dari kedua adik-adik sang Kweiya ini akhirnya menjadi malapetaka yang sangat merugikan banyak orang, juga terhadap diri orang yang berbuat tindakkan yang tidak terpuji itu sendiri. Sekian.
oleh : mamang
edit : galih
Advertising - Baca Juga :
- Tantangan Sekretaris Di Era Global
- 3 Warga Israel, 1 Iran Tewas oleh ISIS di Istanbul
0 comments:
Post a Comment