Dongeng dan Cerita Pendek Anak Dari Seluruh Dunia Seperti Indonesia, Rusia, Amerika, Cina, Inggris, dan lain-lain

Thursday, August 11, 2016

Sang Penunggu Bulan - Dongeng Indonesia

Courtesy of jateng.tribunnews.co
dongeng anak dunia - Zaman dahulu kala di daerah Jawa Barat tetapnya dalam kawasan sebuah Kerajaan yang bernama Pakuan. Panorama alam yang dimiliki Kerajaan tersebut begitu indah dan mempesona dengan tanahnya yang begitu subur, seluruh rakyatnya sangatlah damai hidup tentram dibawah Raja yang berkuasa ini.

Sang Paduka Raja yang arip bijaksana selalu memperhatikan kepedulian seluruh penduduk Kerajaan sehingga sang Raja pun sangat puas dalam pemerintahannya, melihat seluruh rakyatnya yang hidup dalam ketenangan dan berkecukupan hidup.

Ditambah dengan anugerah dari sang pencipta, dua orang putri sang Raja yang sangat cantik-cantik jelita walaupun satu diantaranya adalah putri dari dayang kesayangannya yang tinggal di istana bukan pewaris tahta yang syah. Namun sang baginda begitu bahagia melihat kedua putrinya yang selalu hidup rukun dan saling sayang menyayangi satu sama yang lain, maka lengkaplah sudah rasa kebahagian hatinya.

Seiring waktu yang berjalan, tidak terasa usia kedua putri sang Paduka Raja kini telah menginjak usia remaja, Endahwarni namanya adalah sang putri pewaris tahta sedangkan putri yang satu lagi bernama Anteh. Mereka selalu hidup rukun bersama kemana pun mereka pergi tidak pernah saling terpisah.

Kajadian tersebut terus berlangsung semenjak sang putri Anteh ditinggal mati Ibunda tercintanya ketika melahirkan dirinya kedunia yang Fana ini dan kebetulan sang putri Endahwarni pun baru lahir juga, maka kedua putri cantik ini dibesarkan bersama dalam lingkungan keluarga istana Kerajaan Pakuan.

Putri Endahwarni yang sangat sayang terhadap putri Anteh selalu memperlakukan sang adik tercintanya walaupun hanya anak seorang dayang istana dengan sangat baik dan bijak, rasa sayang yang tulus bagaikan seorang kakak kandung terhadap adiknya sendiri. Ini terlihat dari sikapnya yang tidak pernah sombong dan selalu lemah-lembut dalam berturur sapa terhadap sang putri Anteh, sang putri Endahwarni mengakuinya sebagai sudaranya sendiri yang patut dia sayangi.

"Mengapa engkau memanggilku dengan sebutan Gusti putri, kita sedang berduaan sekarang, tidak ada orang yang melihat kita," Sang putri Endahwarni berkata.
"Bagiku kamu adalah adik kandungku, kita dibesarkan bersama sejak bayi dan ayah kita juga sama Ayahanda paduka Raja," katanya lagi sambil matanya menatap tajam kepada Putri Anteh atau nyai Anteh.
"Awas sekali lagi engkau berkata Gusti putri ketika kita sedang berduaan, kamu akan aku hukum berat," ancam sang putri Endahwarni kemudian.

"Baiklah Gusti put....,e eh kakakakku!" nyai Anteh menjawab sangat kaku sekali lalu terdiam sejenak maklum belum terbiasa dengan panggilan tersebut.

"Nyai Anteh adikku, paras kamu sebenarnya lebih menarik dibandingan dengan wajahku, kau membuatku merasa iri," kata Sang putri Endahwarni membuka pembicaraan kembali setelah beberapa lama mereka saling terdiam sambil tersemyum melihat paras sang adik tercintanya.

"Kakak ini bisa saja, mana mungkin aku yang berwajah jelek ini dibilang menarik," menjawab nyai Anteh sambil tersipu malu dikatakan wajahnya lebih menarik atau cantik dibanding sang kakak tercintanya.

"Benar Anteh, seandainya ada pangeran-pangeran yang melihatmu pasti mereka akan langsung jatuh hati kepadamu," berkata kembali putri Endahwarni dengan bibirnya yang selalu tersenyum penuh rasa sayang terhadap sang adik tercintanya.

"Kakak...kakak kalau memuji menyenangkan hatiku bisa-bisa saja, kakak masih ingatkan kejadian satu bulan yang lalu ketika seorang pangeran dari negeri seberang berkunjung ke istana kita. Wajah sang pangeran itu begitu terpesona melihat kakak waktu itu," nyai Anteh berkata mengingatkan kejadian satu bulan yang telah berlalu.

"Oh itu lain halnya Anteh adikku, kala itu aku memakai baju yang memang benar-benar pas dan serasi dengan badanku sehingga aku terlihat menarik," menjawab sang putri Endahwarni.

"Eh, ngomong-ngomong siapa penjahit yeng membuat bajuku itu?" tanya sang Putri Endahwarni.

"Oh....maaf kakak itu saya sendiri yang menjahitnya," kata sang putri Anteh menjawab, ada rasa bangga tersirat dalam hatinya sebab telah membuatkan sesuatu yang menyenangkan hati sang kakak tercinta dengan hasil tangannya sendiri.

"Wow aku tidak tahu engkau begitu pandai menjahit baju yang begitu indah untukku adikku, engkau tidak keberatankan membuatkan kembali baju yang indah-indah untukku," kata sang putri Endah.

"Dengan senang hati, pasti aku akan membuatkan baju yang sangat indah-indah untukmu kakakku," ujar sang putri Anteh dengan senang hati.

"Kamu memang adikku yang sangat baik hati dan nanti ketika aku menikahpun engkau sendirilah yang membuatkan aku baju pengantinya," pinta sang putri Endah dengan sungguh-sungguh.

"Jangan,....jangan aku kakak, aku tidak berani kalau untuk membuat baju pengantin. Aku takut sekali kalau gagal dan tidak indah, maka seluruh rakyat akan mencaci makiku sebagai orang yang bertanggung jawab dalam membuatnya," sang putri Anteh sangat takut untuk hal seperti ini.

"Tidaklah mungkin engkau gagal membuatkan baju pengatinku sebab kemarinpun ketika membuatkan baju pesta untukku, begitu indah serta serasi dipakainya," sang putri Endahwarni dengan tegasnya meminta.

Selang beberapa minggu dari percakapan tersebut sang Ratu berkehendak memanggil kedua putrinya langsung menghadap ke kamarnya. "Endah putriku, sengaja Ibu memanggil engkau langsung kesini," sang Ratu memulai pembicaraan.

"Iya Ibunda, ada keperluan apakah gerangan?" bertanya sang putri Endahwarni.

"Kalian berdua adalah putriku namun terutama engkau Endah sebagai satu-satunya pewaris tahta Kerajaan dan seorang pewaris tahta, baru syah diangkat atau dinobatkan menjadi Ratu menggantikanku setelah mendapatkan pasangan hidup dan menikah," ujar Ratu berkata dengan tegasnya.

"Apakah Ibunda bermaksud menjodohkan serta menikahkan ananda?" tanya sang putri Endahwarni.

"Benar sekali ananda tercintaku, Aku berserta Ayahandamu telah sepakat dengan calon yang akan menjadi pasangan hidupmu adalah Anantakusuma putra dari seorang Adipati dari Kadipaten Wetan." "Dia adalah seorang pemuda yang sangat baik serta berwajah tampan, engkau pasti akan selalu bahagia hidup bersamanya," sang Ratu berkata sambilk menatap wajah sang putri tercinta dengan penuh kasih sayang.

"Untuk itu engkau putriku Anteh, mulai saat ini bertugas menjaga serta menyiapkan segala keperluan untuk kakakmu jangan sampai terjadi sesuatu yang tidak dikehendaki menjelang pesta pernikahan kakakmu," kata sang Ratu tegas, ini adalah perintah yang tidak bisa diganggu gugat.

"Baik Paduka Gusti Ratu," menjawab putri Anteh atau nyai Anteh.

"Baiklah, kalau sudah paham dan mengerti apa yang aku dan Ayahandamu kehendaki kalian boleh pergi meninggalakan kamarku," kata sang Ratu.

Kedua putri cantik itupun lalu beranjak meninggalkan kamar Ibunda Ratu namun dalam perjalanan ke tempat istirahat masing-masing sang putri Endahwarni meninta sang adik untuk menemaninya di kamarnya.

Sesampainya dikamar putri Endahwarni berkata. "Sebenarnya hatiku sangat takut dengan perjodohan ini, adikku Anteh," katanya dengan mimik muka yang sangat sedih sekali.

"Coba engkau pikirkan adikku, apa mungkin aku bisa menikah dengan orang yang belum aku kenal sama sekali, apakah dia akan mencintaiku sepenuh hatinya?"

"Menurutku, kakak tidak boleh berprasangka buruk dulu, sebab Gusti Ratu serta Ayahanda Raja tentu telah memilih calon mantu pilihan yang akan bertanggung jawab serta dapat membahagiakan seumur hidupmu," kata nyai Anteh menghibur kakaknya.

"Kakak hanya perlu menenangkan diri dan berdoa saja semoga apa yang akan kakak jalani berjalan baik serta lancar juga dapat menjadikan kakak senantiasa bahagia," kata nyai Anteh kemudian.

Pagi yang indah di langit Pukuan, di depan istana yang megah terdapat sebuah taman bunga yang sangat indah. Bunga-bunga harum bermekaran menghiasi taman tersebut tentu saja banyak kupu-kupu dan kumbang-kumbang saling berterbangan untuk bereburt menghisap sari madu dari kuntum-kuntum bunga tersebut.

Terlihat seorang putri cantik sedang asyik memetik bunga-bunga melati, siapakah gerangan sang putri tersebut tidak lain dan tidak bukan dialah putri Anteh atau terkenal dengan sebutan nyai Anteh.

Dengan bersenandung nyai Anteh terlihat begitu bahagia hatinya, menyaksikan kupu-kupu beraneka warna berterbangan hilir mudik berebut bunga-bunga yang sedang bermekaran sungguh pagi nan yang indah.

Suasana pagi dengan udara dingin segar dan cerah ini menambah senangnya hati nyai Anteh sehingga diapun terus bersenandung dengan riangnya.

Semantara diluar tembok istana seorang pemuda tampan sedang berjalan-jalan dengan santainya, tatkala terdengar suara seorang perempuan bernyanyi merdu sekali.

Tentu saja pemuda tersebut menjadi penasaran lalu diapun mencari asal sumber suara merdu tersebut, "Hmm, dari balik tembok istana Pakuan," guman sang pemuda tampan tersebut.

Ternyata pemuda itu adalah Anantakusuma, seorang pemuda dengan ilmu silatnya yang sangat sakti dia langsung saja melompati istana kerajaan yang begitu tinggi dengan sangat enteng dan mudah sekali.

Sang pemuda sakti tersebut lalu berdiam diri dibalik semak-semak bunga yang ada disekitar taman sehingga diapun terlindung dari pandangan perempuan yang sedang memetik bunga sambil bersenandung merdu tersebut.

Namun setelah dia mengamati dengan seksama ternyata perempuan tersebut begitu cantik mempesona, hati sang pemuda menjadi bergetar-getar aneh, dalam pandangan pertama dia langsung terpesona "wow cantik nian sang putri yang bersuara merdu ini, mungkinkah dia Endahwarni yang telah dijodohkan denganku?" pikirnya dalam hati. Dengan memberanikan diri Anantakusuma keluar dari tempat persembunyiannya.

Nyai Anteh sangat terkejut dengan kemunculan yang begitu tiba-tiba dari sang pemuda tampan Anantakusuma, langsung saja dia bertanya.

"Hai, siapakah tuan? dan ada keperluan apakah hingga sampai ditempat ini?" bertanya nyai Anteh dengan suara gugup.

"Namaku Anantakusuma." "Apakah putri yang bernam...." pertanyaannya terpotong saat suara dari seseorang yang memanggil nyai Anteh.

"Putri Anteh! Nyai Anteh!!! putri memanggilmu cepatlah datang ," ternyata suara yang memanggil tersebut adalah suara dari dayang istana yang diutus untuk memanggil nyai Anteh.

"Baiklah aku segera datang menemuinya," nyai Anteh dengan segera beranjak dari tempat tersebut.

Tinggallah Anantakusuma terdiam seorang sendiri dengan pikirannya melayang-layang, "andaikan dialah putri Endahwarni alangkah bahagianya hidupku ini namun aku telah jatuh hati pada pandangan pertamaku." bisiknya lirih.

"Seandainya aku boleh memilih tentu saja aku akan memilih dia, yang akan selamanya disampingku bahagia selamanya," pikirannya menerawang jauh ke depan.

Selang seminggu kemudian sejak pertemuan pertama dengan Raden Anantakusuma dengan nyai Anteh, Istana Pakuan yang megah tengah disibukkan oleh acara menyambut tamu Adipati Wetan berserta anaknya yang akan melamar putri Endahwarni.

Dengan sangat gembira Raja dan Ratu memberikan jamuan yang membuat para tamu dari kalangan Adipati Wetan sangat puas dan berkesan, tentu saja ini telah menjadi kewajiban tuan rumah untuk meyenangkan hati para tamu resmi dalam adat Kerajaan.

Begitu sang putri Endahwarni tahu calon suaminya, hatinya menjadi sangat senang sekali, ternyata dialah seorang pemuda yang sangat gagah dan tampan dan langsung saja merebut hatinya.

Tetapi lain halnya dengan sang Raden Anantakusuma, hatinya sangat kecewa sekali karena gadis pujaan ternyata bukan dia yang bertemu di taman bunga beberapa hari yang lalu.

Selang beberapa saat berlalu maka tibalah pada perjamuan resmi antara dua keluarga untuk mendekatkan diri dan lebih saling mengenal terutama antara Raden Anantakusuma dan putri Endahwarni secara pribadi masing-masing.

Nyai Anteh diiringi beberapa dayang-dayang telah datang membawa nampan-nampan berisi makanan yang sangat istimewa untuk dihidangan khusus, "Silahkan makanannya dicicipi," nyai Anteh berkata dengan sangat sopan sekali.
 
"Terima kasih anakku Anteh, silahkan langsung saja dimakan apa yang tersedia," Raja berkata dengan sangat ramah sekali.

Tentu saja kehadiran nyai Anteh membuat hati Raden Anantakusuma menjadi sangat senang sekali, matanya tidak luput memandangi terus tertuju kepada gadis pujaan impiannya.

Endahwarni yang melihatnya tentu saja menjadi sangat cemburu, hatinya terasa terbakar api yang menyala-nyala pemuda yang akan menjadi suaminya telah tergila-gila kepada gadis lain selain dirinya.

Maka hatinya pun mendendam kepada nyai Anteh, hatinya pun yakin karena nyai Anteh sang pemuda tampan yang akan menjadi suaminya tidak suka terhadap dirinya.

Pada malam harinya setelah semua tamu yang melamar pulang, nyai Anteh menemui sang putri Endahwarni di kamarnya.

"Apakah hati kakak kini merasa senang dan bahagia setelah berjumpa dengan calon suami yang begitu gagah dan tampan serta mempesona hatimu kak?" bertanya nyai Anteh.

Putri Endahwarni semakin panas terbakar hatinya saat mendengar kata-kata pertanyaan nyai Anteh barusan, karena teringat Raden Anantakusumamemandang nyai Anteh dengan sorot mata begitu mesra penuh dengan cinta kasih sayang.

"Anteh, sejak saat ini engkau tidak perlu lagi datang ke kamarku serta tidak perlu lagi melayaniku, sebab aku sudah tidak sudi lagi ada di dekatmu serta melihat wajahmu," kata sang putri Endahwarni dengan nada suara yang cukup tinggi penuh amarah.

"Kakak mengapa begitu marah kepadaku?, apasalahku?" nyai Anteh sangat kaget sekali secara tiba-tiba kakaknya marah kepadanya.

"Sebab aku muak melihat mukamu, serta aku tidak ingin engkau ada dekat-dekat disampingku dan aku ingin engkau malam ini juga pergi tinggalkan istana," bentak putri Endahwarni.

"Baiklah kakak! tetapi aku ingin tahu dulu apa yang menjadi kesalahanku sehingga kakak tega menyuruhku keluar dari istana?" tanya nyai Anteh sambil menangis mengeluarkan air mata.

"Kamu tahu Anteh mengapa Raden Anantakusuma selalu memandanganmu ketika tadi perjamuan makan, karena dia sangat tertarik dengan kecantikkanmu. Sehingga dia sangat mencintaimu, engkau telah berkhianat kepadaku, pergilah engkau dari istana ini biar dia bisa melupakanmu dan dapat mencintaiku." kata putri Endahwarni tegas sekali memerintah nyai Anteh untuk pergi meninggalkan istana.

"Demi untuk kebahagian kakak, aku akan pergi meninggalkan istana ini. Tetapi ingat kakak, aku tidak pernah berkhianat terhadapmu serta tidak sedikitpun niat yang tidak baik terbersit di pikiranku, sampaikan salamku untuk Raja dan Ratu dan juga maafku yang sebesar-besarnya karena selama ini aku telah merepotkannya," nyai Anteh pun berlalu dari kamar putri Endahwarni.

Sesampai dikamarnya, nyai Anteh mengemasi beberapa keperluan untuk pergi meninggalkan istana dan mungkin tidak akan pernah kembali lagi untuk selamanya ke istana kerajaan yang telah membesarkan dirinya hingga kini meginjak remaja putri.

Sebelum pergi, nyai Anteh menemui dayang-dayang yang bertugas melayani sang putri untuk selalu menjaganya dengan sebaik-baiknya, rasa sayangnya tidak pernah luput dalam hati nyai Anteh terhadap kakak tercintanya.

Sesampainya diluar pintu gerbang istana, nyai Anteh menjadi bingung juga hatinya mau kemana melangkahkan kaki, selama ini dia tidak pernah pergi keluar istana sendirian.
Sejenak hatinya sangat bimbang sekali kemanakah kakinya akan melangkah?, akhirnya tekadnya bulat untuk pergi kekampung tempat kelahiran sang Ibunda tercinta yang telah lebih dahulu meninggalkan dunia ini, dengan langkah kaki yang sangat mantap nyai Anteh memulai perjalanan.

Pada malam hari yang melelahkan barulah nyai Anteh sampai dikampung halaman Ibundanya, dia pun lalu beristirahat duduk dibawah sebuah rumah gubuk yang sudah ditinggalkan pemiliknya sambil termenung memikirkan langkah kedepan tentang nasib hidupnya.

Tidak tahu dari mana datangnya, sekoyong-koyong sebuah suara menegurnya, "apakah engkau bukan orang kampung sini anakku, sebab bapak baru melihatmu?" tanya seorang bapak.

"Betul bapak, saya baru sampai dari Kota Raja mencari kampung Ibuku yang letaknya di sini, tetapi saya sendiri tidak tahu dimana letak rumahnya dan masih adakah saudara-saudaranya yang masih hidup?" balik nyai Anteh bertanya kembali.

Pandangan sang bapak itu tidak lepas dari wajah nyai Anteh yang membuatnya sangat ketakutan sekali apalagi kala itu hanya tinggal dia berdua saja dengan sang bapak tersebut.

"Tidak usah takut anakku, aku melihat wajahmu seperti mengingatkan pada seseorang kakakku yang telah lama meninggalkan dunia ini, dia adalah nyai Dadap!" seru sang bapak tersebut.

"Nyai Dadap, apakah dia seorang dayang di istana Pakuan, bapak?" tanya nyai Anteh kaget.

"Betul anakku dan dia mempunyai seorang anak perempuanyang memiliki wajah mirip denganmu, apakah engkau anaknya?" bapak itu pun balik bertanya kembali.

"Betul sekali bapak," kata nyai Anteh.

"Aku Waru kakak ibumu nak, berarti engkau anakku juga namun mengapa engkau datang kesini, bukankah engkau juga seorang dayang istana?" tanya sang bapak.

"Benar sekali bapak tetapi untuk saat ini saya mohon izin untuk tinggal dulu di rumah bapak, nanti semua akan aku ceritakan mengapa aku sampai disini," sahut nyai Anteh.

"Baiklah nak, engkau boleh memanggilku paman karena engkau sebenarnya keponakkanku anak dari adikku nyai Dadap!" seru paman Waru, mereka berdua pun berjalan menuju rumah bapak Waru.

Sejak saat itu nyai Anteh menetap tinggal di rumah paman Waru yang kebetulan sang paman sampai saat sekarang ini belum dikarunia momongan atau anak.

Dan untuk mengisi hari-hari berikutnya, nyai Anteh iseng-iseng menerima pekerjaan menjahit pakaian dari para tetangganya disekitar rumah paman yang membutuhkan tenaga terampil tangannya.

Dan memang hasil dari pekerjaan sebagai tukang menjahit pakaian sangatlah bagus lama-kelamaan bukan saja para tetangga yang membutuhkan jasa keterampilan tangannya bahkan sampai jauh ketempat lain dari kampung desa tempatya kini tinggal.

Nyai Anteh sangat terkenal dengan jahitan yang begitu indah untuk dipakai para gadis-gadis dan perempuan-perempuan berumur dari seluruh pelosok kerajaan Pakuan kala itu.

Sejak saat itu kehidupan yang dialami dia dan pamannya meningkat drastis, hidupnya serba berkecukupan walaupun tidak dibilang orang kaya, namun hidupnya berkecupan. Hingga pada suatu hari nyai Anteh pun dilamar seorang pemuda yang menurutnya cukup baik dan bertanggung jawab.

Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, kini nyai Anteh telah tinggal menetap bertahun-tahun dengan kerasan bersama sang suami tercinta, dia pun kini telah dikaruniai dua orang anak putra-putri.

Dikawal pasukan berkuda di depan dan belakanganya sebuah kereta kencana berhenti di depan rumah jahit nyai Anteh, dalam kerana seorang putri membukakan tirai untuk melihat keluar jendela kereta kencananya, wajah yang tidak asing lagi nampak dari dalam kereta tersebut.

"Gusti putri, kakakku!" seru nyai Anteh menjerit kegirangan melihat wajah sang putri Endahwarni yang kini telah menjadi seorang Ratu dari Kerajaan Pakuan.

"Adikku Anteh, lama sudah aku mencarimu kemana-mana, mengapa engkau tidak mau memberikan kabar kepadaku?"
"Apakah perkataanku yang dulu telah membuat hatimu benar-benar terluka, Anteh!" seru Ratu Endahwarni kemudian diselingi tangisan yang sangat menghiba hati sambil memeluk erat sang adik yang sejak dari kecil telah hidup bersamanya.

"Tidak, tidak gusti Ratu. Janganlah engkau merasa bersalah karena akulah yang telah membuat hatimu bersedih," kata nyai Anteh tulus dalam kata-katanya.

"Untuk itu sekarang pun engkau harus ikut pulang denganku ke istana Kerajaan Pakuan bersamaku sekarang!" perintah sang putri yang kini telah menjadi Ratu.

"Namun Gusti sekarang aku telah berbeda, aku telah bersuami serta mempunyai dua orang anak dan juga paman dan bibiku yang sudah pada tua serta aku bekerja menjadi penjahit pakaian masih banyak pula pesananan pakaian yang belum aku selesaikan sampai saat ini," kata nyai Anteh.

"Tentu saja suami, anak-anakmu juga paman dan bibimu boleh ikut dan tinggal di istana serta engkau akan aku angkat menjadi penjahit khusus istana," kata putri Endahwarni dengan tersenyum bahagia.

Pada akhirnya seluruh keluarga nyai Anteh baik paman dan bibinya ikut serta pindah ke istana Kerajaan Pakuan dan hidup menetap disana, disamping taman bunga istana dibangunkan sebuah tempat tinggal yang nyaman untuk bekerja menjahit pakaian khusus seluruh anggota keluarga Kerajaan Pakuan.

Tetapi setiapa kali nyai Anteh bertemu dengan Raden Anantakusuma perasaan tidak nyaman selau timbul dalam hatinya, sebab sorot mata sang pengeran selalu tajam menusuk hatinya, dimata sang Raden walaupun sudah berumur nyai Anteh masih kelihatan cantik seperti ketika baru pertama kali bertemu saja.

Bahkan sekarang nyai Anteh terlihat lebih menarik setelah bersuami karena dia selalu rajin mengurus badan serta wajahnya, ini memang kebiasaan nyai Anteh yang selalu memperhatikan kebersihan dirinya ditunjang lagi dengan wajahnya yang memang telah cantik semenjak dilahirkan.

Kehadiran nyai Anteh di lingkungan istana membuat hati sang Raden menjadi tidak menentu cinta yang telah lama terpendam kina bangkit kembali, clbk atau cinta lama bersemi kembali. Semakin titahan menggejolak hatinya, semakin dia merasakan tersiksa dengan bayang-bayang yang mengoda, untuk itu pada suatu malam dia pun mencoba keluar melihat-lihat taman istana sambil berharap melihat nyai Anteh sang pujaan hatinya.

"Kebetulan," bisiknya sang Raden lirih, nyai Anteh terlihat sedang berada tepat di depan rumah.

Diberanda rumah tersebut nyai Anteh sedang bercanda dengan sang kucing kesayangannya yang dia beri nama candramawat sambil menikmati indahnya sang bulan purnama yang bersinar begitu terang benderang di langit malam yang cerah kala itu.

"Nyai Anteh," tegur sang Raden dengan senyum yang tersunging dibibirnya.

"Gusti pengeran, untuk apa datang kesini malam-malam begini, bagaimana kalau putri Ratu melihat?, pasti dia akan marah kepadaku Raden pangeran?" tanya nyai Anteh sangat ketakutan sekali.

"Mengapa aku datang kesini Anteh, kamu harus tahu bahwa semenjak akau melihatmu di taman ini untuk pertama kali hingga saat ini, karena telah jatuh hati dan ingin memilikimu selamanya," jawab sang Raden tidak tendeng aling-aling lagi dalam mengukapan isi hatinya.

"janganlah engkau berkata demikian gusti pangeran, sebab aku pun telah bersuami serta aku tidak ingin menyakiti kakakku yang sangat aku sayangi, aku mohon pergilah dan tinggalkan tempat ini," pinta nyai Anteh sambil memeluk sang kucing kesayangannya candramawat.

"Tidak,...tidak bisa, aku sangat mencintaimu Anteh, tidak ada perempuan di dunia ini yang bisa menggantikanmu," sambil berkata demikian raden Anantakusuma mendekati nyai Anteh dengan sorot mata cintanya yang bergelora.

Setelah dekat, tangan sang Raden mencoba meraih badan nyai Anteh untuk dipeluknya, dengan sangat ketakutan sambil terus memeluk sang kucing kesayangannya Anteh berlari menghindar.

Nyai Anteh tahu raden anantakusuma adalah seorang yang sangat sakti, untuk itu dalam larinya menyelamatkan diri dia pun berdoa meminta perlindungan dari sang maha pencipta.

Dalam doanya nyai Anteh meminta terhindar dari marabahaya yang sedang mengancam dirinya dari kejaran sang pengeran yang akan tega menodai kehormatan hidupnya.

Setiap doa orang yang tertindas selalu dikabulkan Sang Maha Pencipta Tuhan Yang Maha Esa, seperti sekarang ini cahaya bulan yang sedang bersinar begitu terangnya seperti menyedot menarik tubuhnya berserta sang kucingnya candramawat naik keatas terus keatas dan akhirnya melayang mencapai bulan diangkasa raya.

Tentu saja sang raden Anantakusuma walaupun berilmu sakti tidak lah mungkin melawan kehendak Sang Pencipta Yangan Maha Esa, dia hanya bisa menyaksikan tubuh perempuan yang dicintai melayang ditarik kekuatan yang maha dahsyat naik kebulan nan jauh disana.

Dan pada akhirnya angkasa raya pun tertutup gumpalan awan, langit yang tadi cerah tiba-tiba berubah mendung semendung hati sang panegran raden Anantakusuma yang ditinggalkan orang yang sangat dia impikan dalam hidup untuk menjadi kekasihnya.

Semenjak kejadian tersebut nyai Anteh menetap tinggal di bulan bersama kucing yang setia menemaninya candramawat, dia pun tidak ingin kembali ke bumi karena takut raden Anantakusuma yang mencintainya.

Seandainya dia rindu kepada keluarganya di bumi, nyai Anteh pun menenun menyulam kain emas untuk membuat tangga tetapi tidak pernah selesai karena sang kucing kesayangan selalu saja merusaknya tatkala nyai Anteh sedang tidak melihatnya. Sampai saat ini tatkala bulan purnama, kita semua masih bisa melihat bayangan sang nyai Anteh yang sedang menenun menyulam kain sambil duduk ditemani sang kucing kesayangan candramawat sebagai sang penunggu bulan.

Kesetiaan dan cinta kasih sayang yang tulus harus dibayar dengan pengorbanan yang tidak sedikit jumlahnya atau sangat mahal sekali, namun tentu saja nilainya akan sangat istimewa atau bagus sekali.

Sekian.

Wasalam,
oleh : mamang
edit  : galih
Share:

0 comments:

Post a Comment

Blog Archive

Followers

Statistik

 
loading...